Kamis, 17 Oktober 2013

RUANG LINGKUP BISNIS

BUDIDAYA JAMUR TIRAM PUTIH
(Pleurotus ostreatus)

Ø  PENDAHULUAN

Budidaya jamur merupakan salah satu budidaya yang tidak mengenal musim dan tidak membutuhkan tempat yang luas.Jenis-jenis jamur yang umum dibudidayakan ialah jamur merang(Volvariella volvaceae),jamur tiram (Pleurotus ostreatus),jamur kuping (Auricularia polytricha),jamur payung (Lentinus edodes),dan jamur kancing (Agaricus Sp).Hasil panen jamur tersebut tak hanya untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri bahkan ada juga yang di ekspor,seperti jamur kancing dan jamur payung. Media untuk pertumbuhan jamur dapat menggunakan limbah yaitu limbah pertanian(merang dan daun pisang) dan limbah industri (serbuk gergaji). Ramuan atau campuran yang digunakan sebagai media juga bermacam-macam,sedangkan metode yang digunakan untuk budidaya jamur ini juga bermacam-macam,seperti cara ilmiah, konvensional,tradisional,dan semi modern.

Ø  Latar belakang

Pemilihan bentuk usaha budidaya jamur tiram ini dilatarbelakangi oleh :

·         Budidaya jamur tiram memiliki prospek ekonomi yang baik. Pasar jamur tiram yang telah jelas serta permintaan pasar yang selalu tinggi memudahkan para pembudidaya memasarkan hasil produksi jamur tiram.

·         Jamur tiram merupakan salah satu produk komersial dan dapat dikembangkan dengan teknik yang sederhana. Bahan baku yang dibutuhkan tergolong bahan yang murah dan mudah diperoleh seperti serbuk gergaji, dedak dan kapur, sementara proses budidaya sendiri tidak membutuhkan berbagai pestisida atau bahan kimia lainnya.

·         Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar pertanian jamur tiram.

·         Media pembelajaran yang bertanggung jawab bagi penulis dalam memasuki dunia bisnis.

Ø  Perumusan Masalah

Jamur tiram merupakan komoditas pertanian yang memiliki nilai
ekonomis cukup tinggi. Salah satu jenis jamur tiram yang banyak dibudidayakan
adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Jamur tiram putih merupakan
produk hortikultura yang dijual dalam bentuk segar. Seperti sifat umum pada
produk hortikultura lainnya, jamur pun bersifat mudah rusak (perishable)
sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang tepat dan cepat. Proses
tataniaga yang dilakukan pun harus cepat agar produk tidak rusak dan layu saat
sampai ke tangan konsumen, karena produk yang rusak akan menurunkan harga
jual atau bahkan tidak akan laku dijual. Oleh karena itu, diperlukan peran lembaga
tataniaga yang berfungsi memasarkan hasil-hasil produksi dengan cepat dari
produsen hingga ke tangan konsumen.
Salah satu desa di Kecamatan Cisarua yang merupakan sentra jamur tiram
putih adalah Desa Kertawangi. Petani di Desa Kertawangi memiliki karakteristik
yang cenderung homogen, yaitu menghasilkan jamur tiram putih segar sebagai
produk utama. Petani jamur tiram putih di Desa Kertawangi sangat bergantung
pada lembaga tataniaga untuk memasarkan produknya karena keterbatasan
informasi dan akses pasar. Petani jamur tiram putih di Desa Kertawangi sebagian
besar adalah petani kecil yang menjual produknya secara individual. Tidak adanya
organisasi seperti koperasi yang membantu petani, khususnya dalam hal
memasarkan produknya menjadi sebuah kendala dan kelemahan bagi petani dalam 7 proses pemasaran jamur tiram putih di Desa Kertawangi. Oleh karena itu, petani
tidak memiliki kekuatan tawar terhadap pedagang ketika menjual produknya.
Petani jamur tiram putih hanya mampu berperan sebagai penerima harga (price
taker) terhadap harga yang ditawarkan oleh pedagang. Padahal dengan adanya
organisasi seperti koperasi akan memberikan keuntungan bagi petani terutama
untuk memasarkan produknya.
Saat penelitian berlangsung, harga jamur tiram putih di tingkat petani
berkisar antara Rp 6.800 hingga Rp 7.000 per kilogram, sedangkan harga jamur
tiram putih di tingkat konsumen akhir yaitu sekitar Rp 12.000 per kilogram.
Terdapat selisih harga jual yang cukup tinggi antara harga yang diterima petani
dengan harga eceran di tingkat konsumen akhir, yaitu sebesar Rp 5.000. Besarnya
selisih harga atau disebut marjin tataniaga tidak selalu mengindikasikan
keuntungan yang tinggi, tergantung berapa besar biaya yang harus dikeluarkan
oleh lembaga tataniaga untuk melakukan fungsi tataniaga (Sudiyono 2002).
Marjin tataniaga jamur tiram putih ini dianggap cukup tinggi karena dalam proses
tataniaga ini tidak terdapat penanganan khusus yang dilakukan oleh lembaga
tataniaga dan juga tidak terjadi penambahan nilai (value added) terhadap produk.
Selisih harga tersebut diindikasikan murni sebagai penggantian atas biaya
tataniaga yang telah dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga tanpa
adanya fungsi pengolahan dan ditambah dengan imbalan (keuntungan) yang
diambil oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses tataniaga jamur tiram
putih. Semakin besar nilai marjin tataniaga maka akan semakin besar pula harga
yang ditanggung oleh konsumen akhir untuk membeli jamur tiram putih segar ini.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:

1)Bagaimanakah sistem tataniaga jamur tiram putih di Desa Kertawangi?

2) Berapa farmer’s share dan rasio keuntungan biaya yang diperoleh petani
jamur tiram putih dari hasil penjualan jamur tiram putih segar?

3) Apakah saluran tataniaga tersebut sudah efisien dilihat dari nilai marjin
tataniaga dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga?



Ø  Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan:
1) Mengidentifikasi dan menganalisis sistem tataniaga jamur tiram putih di Desa
Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.
2) Menganalisis bagian pendapatan yang diperoleh petani dari keseluruhan
harga yang dibayarkan oleh konsumen (farmer’s share).
3) Menganalisis efisiensi saluran tataniaga jamur tiram putih melalui besarnya
marjin tataniaga dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga di setiap
lembaga tataniaga yang terkait dalam proses tataniaga jamur tiram putih di
Desa Kertawangi.

Ø Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan
bagi:
1) Seluruh pihak yang terlibat dalam saluran tataniaga jamur tiram putih di Desa
Kertawangi, terutama untuk petani produsen jamur tiram putih agar terjadi
peningkatan pendapatan.
2) Dinas Pertanian, terutama bidang hortikultura, sebagai bahan informasi dan
kajian ilmiah dalam melakukan pembinaan dan penyuluhan terhadap petani
jamur tiram tentang prosedur budidaya jamur tiram yang benar.
3) Dinas Koperasi dan UKM, sebagai bahan informasi dalam melakukan
pembinaan tentang pentingnya berkoperasi terhadap petani jamur tiram agar
mereka memiliki posisi tawar yang kuat dan tidak lagi bergantung pada
pengumpul dan bandar dalam memasarkan hasil produksinya serta adanya
bantuan dalam pembentukan koperasi.
4) Pembaca hasil penelitian ini, sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya
sekaligus memberikan gambaran tentang usaha serta tataniaga jamur tiram
putih di lokasi penelitian.

Ø  Pembahasan

aktivitas pertanian dengan budidaya tanaman padi dan polowijo dengan sistem organik,karawitan , jurnalistik dan pendampingan kegiatan kemasyarakatan (khususnya masyarakat yang terkena bencana).
Anggota Sanggar Anak Alam berasal dari warga masyarakat Kasihan Bantul dengan berbagai macam latar belakang maupun mata pencaharian yang mempunyai kepedulian cinta akan alam dan lingkungannya.
 Kegiatan pelatihan budidaya jamur tiram dengan sistem susun
dikhususkan bagi anggota Sanggar Anak Alam yang termasuk dalam kategori petani, pedagang, ibu-ibu PKK dan Karang Taruna. Kegiatan ini diikuti oleh 23 peserta dari 20 peserta yang direncanakan. Pelatihan budidaya jamur tiram dilakukan dengan memberikan materi dan pelatihan budidaya jamur tiram secara praktis oleh nara sumber yang sudah berpengalaman yaitu Bapak Mohammad Sujito, pengusaha jamur tiram yang sudah berhasil dan sekaligus beliau sebagai pengurus asosiasi pengusaha jamur di Yogyakarta.
Materi yang diberikan mulai dari pembuatan kubung (rumah jamur), pengadaan bahan baku (dimana harus membeli/mencari, dan bahan yang seperti apa yang baik), penyiapan media, pembuatan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasarannya.
Peserta dilatih melalui demonstrasi dan praktek langsung tentang cara budidaya jamur tiram. Disamping itu juga didemonstrasikan cara penanganan pasca panennya yang meliputi pembuatan kripik, pepes, dan jamur goreng serta penjelasan kegunaan jamur
tiram untuk berbagai masakan sayuran sehingga akan memberikan nilai tambah dalam budidaya jamur tiram. Materi ini disampaikan oleh nara sumber yang sudah berpengalaman yaitu Ibu Ir. Isni Y Pratiwi.

Penyampaian materi di atas dimaksudkan untuk membuka wawasan peserta tentang budidaya jamur tiram, peluang, keunggulan dan kendala dalam penerapannya di lapangan sebagai unit usaha yang diharapkan dapat menambah penghasilan masyarakat Dari kegiatan yang dilaksanakan dapat diamati bahwa peserta antusias untuk
mengikuti kegiatan baik pada penyampaian materi maupun praktek, hal ini tampak dari banyaknya pertanyaan peserta dan diskusi yang berlangsung antara peserta dan nara sumber. Setelah penyampaian materi dan tanya jawab, langsung diadakan demonstrasi
dan praktek tentang budidaya jamur tiram secara kelompok, maksudnya praktek budidaya diadakan di satu tempat yaitu di Sanggar Anak Alam selanjutnya dipelihara bersama oleh semua anggota. Dari jalannya proses diskusi selama pelaksanaan kegiatan dapat diketahui  13
bahwa banyak peserta yang belum mengetahui cara budidaya jamur tiram, bahkan banyak yang baru tahu bentuk dari jamur tiram saat diadakan kegiatan tersebut.
Dari cara budidaya yang dilakukan oleh anggota Sanggar Anak Alam mulai dari pembuatan kubung (rumah jamur), penanaman, dan pemeliharaan jamur tiram yang ditanamnya, mereka dapat merasakan bahwa budidaya jamur tiram dapat dilakukan
sebagai usaha yang dapat memberikan hasil. Sampai sekarang ini budidaya jamur tiram masih berlangsung dan dari jamur yang ditanam masih dapat dipanen. Setelah jamur ditanam di media maka 1 bulan kemudian jamur sudah mulai dapat dipanen, selanjutnya
dipetik dan diambil pangkalnya sampai bersih, lalu bagian lain dari log (tempat jamur tumbuh) itu disobek(bagian samping atau belakang) dan dari situ akan muncul jamur baru yang bisa dipanen lagi, selanjutnya disobek di tempat lain lagi, tumbuh dan dapat dipanen lagi, demikian seterusnya sehingga dalam 1 log dapat dipanen berkali-kali dengan hasil total 1 log rata-rata 0,4 – 0,5 kg dengan harga jual di Sanggar Anak Alam Rp10 000,00/kg.Mereka merasa budidaya jamur tiram dapat memberikan hasil tambahan, dan dari segi pemasarannya di Sanggar Anak Alam tidak menjadi masalah karena pembeli atau orang yang membutuhkan datang ke Sanggar Anak Alam sehingga begitu panen langsung terjual, bahkan persediaan atau panen jauh lebih kecil dibandingkan permintaan, sehingga mereka belum menjual dalam bentuk olahan karena kekurangan persediaan jamur mentah. Maka dari itu mereka betekad untuk mengembangkan sendiri budidaya jamur tiram ini.
Dengan berbudidaya jamur tiram di Kasihan akan dapat memanfaatkan serbuk gergaji kayu dan bekatul yang ada di wilayah yang bersangkutan sehingga dapat mengurangi jumlah limbah yang berupa bekatul dan serbuk gergaji kayu. Serbuk gergaji kayu dihasilkan oleh masyarakat yang bergerak di bidang perkayuan seperti meubeler dan. penggergajian kayu di Kasihan, sedangkan bekatul dihasilkan dari penggilingan padi yang ada di Kasihan. Di samping itu budidaya jamur tiram dengan sistem susun tidak membutuhkan banyak tempat sehingga dapat menggunakan bagian pekarangan atau rumah yang kosong untuk budidaya jamur tiram yang akan dapat menambah pendapatannya..   Adapun kendala yang dihadapi pada awal praktek adalah melakukan kegiatan bersama yang melibatkan semua peserta pelatihan karena memadukan waktu untuk semua peserta sulit, maka diambil kebijakan secara bergilir berdasar bisa tidaknya datang, sedangkan yang tidak bisa bertanya kepada temannya sehingga dapat mengikuti pada tahap berikutnya dengan benar dan lancar. Hal ini ternyata dapat dilakukan dengan baik karena kegiatan ini dilakukan di Sanggar yang sering ada kegiatan dan terbuka bagi semua anggota maupun bukan anggota sehingga mudah untuk saling bertemu satu dengan yang lain. Di samping itu kendala lain yang dihadapi adalah musim hujan Adanya hujan secara terus menerus menyebabkan jamur yang dihasilkan warnanya tidak dapat putih bersih seperti pada panen awal sebelum hujan, sehingga harga jualnya turun menjadi Rp8.000,00 –Rp9 000,00/kg. Harga jamur tiram di pasar berkisar antara Rp8 000,00 – Rp 9 000.00/kg jika putih bersih dan Rp 7 000,00/kg jika warnanya sedikit kecoklatan. Jadi penjualan yang dilakukan di Sanggar Anak Alam sebenarnya sudah cukup tinggi ( Rp10 000,00/kg). Pembeli yang datang ke sana adalah para pengantar anak-anak yang sekolah di Play Group atau Taman Kanak-kanak serta masyarakat desa Nitiprayan, Kasihan dan pemilik warung makan di sekitar Sanggar Anak Alam.
Pelatihan budidaya jamur tiram dengan sistem Susun Di Sanggar Anak Alam dirasakan oleh anggota Sanggar Anak Alam betul-betul memberikan manfaat bagi semua anggotanya, karena anggota yang tidak mengikuti ceramah dan demonstrasi karena terbatasnya jumlah yang ditargetkan, tetap dapat mengikuti praktek langsung di Sanggar Anak Alam dan mengikuti setiap tahap budidaya jamur tiram. Dengan demikian yang dapat berbudidaya jamur tiram bukan hanya khalayak sasaran yang datang waktu ceramah diadakan tetapi semua anggota Sanggar Anak Alam, bahkan masyarakat sekitar Sanggar Anak Alam juga dapat melihat dan mengikuti cara budidaya jamur tiram secara langsung karena Sanggar Anak Alam sifatnya terbuka bagi siapapun dan lokasinya juga di tengah-tengah masyarakat desa Nitiprayan, Kasihan, Bantul.
Dari pelatihan budidaya jamur tiram yang diadakan di Sanggar Anak Alam dan melihat hasilnya maka dirasakan oleh semua anggota Sanggar Anak Alam bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat dan dapat betul-betul melatih Anggota Sanggar Anak Alam dapat berbudidaya Jamur tiram, memasarkannya dan sekaligus dapat menambah pendapatan dari budidaya jamur tiram.

Ø Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang saluran tataniaga jamur tiram putih di Desa
Kertawangi melalui analisis lembaga dan fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, 9

dan perilaku pasar yang dilakukan oleh lembaga tataniaga jamur tiram putih, serta
menganalisis efisiensinya menggunakan marjin tataniaga, biaya tataniaga,
farmer’s share, dan volume penjualan. Ruang lingkup lokasi penelitian meliputi
Desa Kertawangi sebagai daerah penghasil jamur tiram putih, Pasar Induk
Caringin Bandung sebagai tujuan utama pemasaran jamur tiram putih dari Desa
Kertawangi untuk Kota Bandung, dan beberapa pasar kecil di Kota Bandung.
Dalam hasil analisis tersebut dapat diidentifikasi bagaimana efisiensi tataniaga
komoditas jamur tiram putih yang terjadi dan kemudian dapat memberikan
gambaran secara umum mengenai kegiatan tataniaga jamur tiram putih di lokasi
penelitian

Ø  KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

1. Melalui Budidaya jamur tiram, dapat memanfaatkan limbah yang
berupa serbuk gergaji kayu di wilayahnya, sekaligus dapat sebagai usaha
keluarga. Peserta pelatihan dapat melakukan budidaya jamur tiram dan
memasarkannya sendiri, dan bertekad membuat budidaya jamur tiram berkelanjutan di
Sanggar Anak Alam

2. Melalui budidaya jamur tiram dengan sistem susun akan dapat memanfaatkan
pekarangan atau lahan yang sempit sebagai tempat usaha yang dapat memberikan
tambahan pendapatan keluarga.

3 . Melalui budidaya jamur tiram dapat memberikan tambahan hasil atau pendapatan
melalui penjualan jamur yang dapat dipanen seetiap 2-3 hari sekali.

B.Saran
. Dalam membuat rumah jamur perlu dijaga kerapatan atapnya sehingga jika
musim hujan tidak banyak air masuk yang akan mempengaruhi kelembaban dan warna
jamur yang dihasilkan yaitu sedikit kecoklatan

SUMBER: Direktorat Jenderal Hortikultura (2011).IPB.
Dadang W. dan Selamet R. 2007. Bisnis Jamur Bikin Tergiur.
berbisnisjamur.com
Haryadi, 1982. Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Bahan Baku. Fakultas Teknologi
Pertanian, UGM, Yogyakarta

NAMA : ANIDAH NUR ABIYAH
KELAS: 1EB16
NPM    : 21213044

Tidak ada komentar:

Posting Komentar